Sudah terlalu lama aku ngga nulis semenjak disibukkan oleh UN. Tulisan ini bisa dibilang comeback stage aku. Kalo EXO aja bisa comeback, kenapa aku ngga gitu lhooo :))
Sebenarnya banyak banget yang bisa aku laporkan selama masa vakum nulis, dari suka-duka menjalani UN sampai pada saat ini. Dimulai dari post ini, aku bakalan cerita mengenai hari penentuan yang teramat ditunggu-tunggu oleh siswa kelas akhir.
Sekesal-kesalnya aku dengan program pemerintah yang satu ini, aku masih berpikiran positif mengenai UN. Dalam bayanganku, UN bakalan berjalan biasa aja. Pagi-pagi disuruh doa, masuk kelas, bawa senjata buat perang di atas LJK, jawab soal, beres, keluar, udah. Ternyata, hal itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Kekacauan itu dimulai dengan berita diundurnya UN di 11 provinsi, termasuk di provinsi asalku, Kalimantan Selatan. Mungkin saat itu aku bisa bersyukur gara-gara tinggal di Bandung. Kemudian, aku langsung memikirkan nasib teman-temanku di sana, yang ibaratnya sudah menjadi korban PHP UN. Berbagai kata-kata mengkritik, bahkan cenderung menghujat, langsung bermunculan di timeline Twitter maupun status Facebook. Niatnya, sih, sudah menyiapkan mental sekuat-kuatnya buat hari Senin. Eh, ternyata UN harus diundur ke hari Kamis. Bagaimana ngga down tuh? Seperti menghadiri pesta aja. Kita sudah dandan secantik-cantiknya buat pesta, eh ternyata pestanya ditunda sampai besok. Jadi, buat apa gitu capek-capek dandan kalau pestanya nggak ada? Otomatis pada esok hari ketika pesta benar-benar dimulai, dandanannya tidak akan semaksimal hari kemarin. Ngerti nggak? Ya, plis atuh lah pemerintah teh, sekaret-karetnya jam Indonesia nggak sampai nunda UN juga kali.
Di sisi lain, salut juga buat teman-teman yang berusaha buat berpikir positif dalam kekacauan ini. Karena UN ditunda, maka mereka punya banyak waktu untuk menyiapkan diri di pelajaran-pelajaran yang masih dirasa belum maksimal.
Sementara teman-temanku di sana masih dijejali dengan perasaan BT, aku dan teman-teman yang lain melangkah pasti ke sekolah. Nah, di hari Senin, 15 April 2013, kami berkesempatan untuk melihat langsung LJK yang acapkali menjadi perbincangan heboh. Pas LJK itu sudah tepat di depan mata, aku diem dulu. Bengong. Disatuin sama soal, sih, disatuin. Barcode-nya juga kok, keren, kayak yang biasa ada di label chiki-chikian. Tapi kertasnya itu kualitasnya jauuuuuuh banget sama LJK biasanya. Biasanya, kan, LJK tuh sakral banget, kertasnya putih bersih, tebal, dan enakeun buat dibuletin. Lah ini? Sebelas-dua belas kayak kertas burem. Keselnya, kertasnya juga mudah pudar kalo dihapus. Oh, jadi anggaran UN yang ratusan milyar itu dipake buat ini? -___-
Oke, kita tinggalkan dulu masalah LJK. Level selanjutnya adalah menjawab soal-soal yang tersaji dengan cantik di atas meja. Oya, sekadar mau pamer, sebenarnya aku mendapat keuntungan yang sangat besar dengan menjadi anak 12C bernomor absen 3. Kenapa? Soalnya aku tergabung dengan anak kelas 12B yang menempati 8 absen terakhir. Mereka duduk di delapan bangku depan. Bangku selanjutnya diisi oleh kelas 12C yang menempati 12 absen awal, termasuk aku. Nah, titik sensasionalnya itu begini: anak 12B yang duduk tetap di depanku itu jebolan olimpiade semua! Di arah timur laut ada Rama, anak olimpiade Matematika. Tepat di arah utara ada Bagus, anak olimpiade Fisika. Daaaaaan, di arah barat laut ada si anak baliho, Gerry, master Biologi. Ketiga mata pelajaran yang mereka kuasai itu kebetulan sekali adalah pelajaran yang menjadi titik lemahku. Aku ngerasa difasilitasi secara takdir lah, hahahaha.
(Dan sayangnya aku ngga memanfaatkan fasilitas ini dengan baik. Musti nyesel ngga nih? Ah udahlah, yang penting udah lulus ini, wkwkwkwk)
Hari 1
Bahasa Indonesia. Biasa, ngebikin bingung. Tapi reaksi anak-anak juga biasa aja kok.
Hari 2
Fisika. Naaah, ini agak dramatis. Soal-soalnya berlevel agak di atas soal UN. Nggak kayak soal UN aja pokoknya. Akibatnya, abis ujian Fisika langsung nangis massal di koridor. :'(
Bahasa Inggris. Pelajaran yang satu ini cukup buat menjadi sarana move on dari Fisika, meskipun sebenarnya otak udah berkukus gara-gara berhadapan lebih dulu dengan pelajaran sejuta rumus itu.
Hari 3
Matematika. Naaah, kalo yang ini prospeknya udah agak cerah, nih. Soalnya malah kebanting banget sama yang Fisika. Lebih mudah dari UN sebelumnya malah, meskipun dua soal terakhir itu benar-benar absurd pertanyaannya.
Hari 4
Dua pelajaran yang paling klop buat ngebikin pusing: Bio-Kimia. Tapi dua pelajaran ini dihadapi dengan penuh rasa pasrah. Yang penting yakin benar setengahnya, selesai, the end. Bebaaaaaas~!
Setelah beban terberat sudah pergi, akhirnya kami, satu angkatan, foto bareng di lapangan.
Kemudian, kelas cewek, 12C-12D, mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan sekaligus makan-makan. Meskipun kecil-kecilan, tapi makanan yang disediakan buat kami tergolong lebih dari cukup. Bayangin, ada ayam sabana, berbagai macam jenis kue basah, pizza, cheese cake, bahkan magnum. Waaaaa~ mendapat makanan sebanyak itu setelah ujian benar-benar memperbaiki mood~ Di sela-sela makan juga ada beberapa sambutan dari wali kelas kami, Ibu Ina dan Abla Kiki, serta special performance dari Nara, Prima, Amel, dan Raras.
Di saat kami sudah selesai melepas beban kami karena UN, teman-teman seperjuangan kami di provinsi yang UN-nya ditunda malah baru memulai perjuangan mereka. Kemudian, selama berlangsungnya UN di tahun kami ini, banyak sekali kendala teknis yang dihadapi. Sekolahku mungkin beruntung karena UN terlaksana dengan lancar. Akan tetapi, di beberapa tempat ditemui berbagai masalah, seperti kekurangan soal, kekurangan LJK, pendistribusian soal yang lambat, listening bahasa Inggris yang tertukar, dan baaaanyak lagi. Namun beruntung, sebagian besar dari kami bisa bertahan dan lulus pada akhirnya.
Sebenarnya banyak banget yang bisa aku laporkan selama masa vakum nulis, dari suka-duka menjalani UN sampai pada saat ini. Dimulai dari post ini, aku bakalan cerita mengenai hari penentuan yang teramat ditunggu-tunggu oleh siswa kelas akhir.
Sekesal-kesalnya aku dengan program pemerintah yang satu ini, aku masih berpikiran positif mengenai UN. Dalam bayanganku, UN bakalan berjalan biasa aja. Pagi-pagi disuruh doa, masuk kelas, bawa senjata buat perang di atas LJK, jawab soal, beres, keluar, udah. Ternyata, hal itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Kekacauan itu dimulai dengan berita diundurnya UN di 11 provinsi, termasuk di provinsi asalku, Kalimantan Selatan. Mungkin saat itu aku bisa bersyukur gara-gara tinggal di Bandung. Kemudian, aku langsung memikirkan nasib teman-temanku di sana, yang ibaratnya sudah menjadi korban PHP UN. Berbagai kata-kata mengkritik, bahkan cenderung menghujat, langsung bermunculan di timeline Twitter maupun status Facebook. Niatnya, sih, sudah menyiapkan mental sekuat-kuatnya buat hari Senin. Eh, ternyata UN harus diundur ke hari Kamis. Bagaimana ngga down tuh? Seperti menghadiri pesta aja. Kita sudah dandan secantik-cantiknya buat pesta, eh ternyata pestanya ditunda sampai besok. Jadi, buat apa gitu capek-capek dandan kalau pestanya nggak ada? Otomatis pada esok hari ketika pesta benar-benar dimulai, dandanannya tidak akan semaksimal hari kemarin. Ngerti nggak? Ya, plis atuh lah pemerintah teh, sekaret-karetnya jam Indonesia nggak sampai nunda UN juga kali.
Di sisi lain, salut juga buat teman-teman yang berusaha buat berpikir positif dalam kekacauan ini. Karena UN ditunda, maka mereka punya banyak waktu untuk menyiapkan diri di pelajaran-pelajaran yang masih dirasa belum maksimal.
Sementara teman-temanku di sana masih dijejali dengan perasaan BT, aku dan teman-teman yang lain melangkah pasti ke sekolah. Nah, di hari Senin, 15 April 2013, kami berkesempatan untuk melihat langsung LJK yang acapkali menjadi perbincangan heboh. Pas LJK itu sudah tepat di depan mata, aku diem dulu. Bengong. Disatuin sama soal, sih, disatuin. Barcode-nya juga kok, keren, kayak yang biasa ada di label chiki-chikian. Tapi kertasnya itu kualitasnya jauuuuuuh banget sama LJK biasanya. Biasanya, kan, LJK tuh sakral banget, kertasnya putih bersih, tebal, dan enakeun buat dibuletin. Lah ini? Sebelas-dua belas kayak kertas burem. Keselnya, kertasnya juga mudah pudar kalo dihapus. Oh, jadi anggaran UN yang ratusan milyar itu dipake buat ini? -___-
Oke, kita tinggalkan dulu masalah LJK. Level selanjutnya adalah menjawab soal-soal yang tersaji dengan cantik di atas meja. Oya, sekadar mau pamer, sebenarnya aku mendapat keuntungan yang sangat besar dengan menjadi anak 12C bernomor absen 3. Kenapa? Soalnya aku tergabung dengan anak kelas 12B yang menempati 8 absen terakhir. Mereka duduk di delapan bangku depan. Bangku selanjutnya diisi oleh kelas 12C yang menempati 12 absen awal, termasuk aku. Nah, titik sensasionalnya itu begini: anak 12B yang duduk tetap di depanku itu jebolan olimpiade semua! Di arah timur laut ada Rama, anak olimpiade Matematika. Tepat di arah utara ada Bagus, anak olimpiade Fisika. Daaaaaan, di arah barat laut ada si anak baliho, Gerry, master Biologi. Ketiga mata pelajaran yang mereka kuasai itu kebetulan sekali adalah pelajaran yang menjadi titik lemahku. Aku ngerasa difasilitasi secara takdir lah, hahahaha.
(Dan sayangnya aku ngga memanfaatkan fasilitas ini dengan baik. Musti nyesel ngga nih? Ah udahlah, yang penting udah lulus ini, wkwkwkwk)
Hari 1
Bahasa Indonesia. Biasa, ngebikin bingung. Tapi reaksi anak-anak juga biasa aja kok.
Hari 2
Fisika. Naaah, ini agak dramatis. Soal-soalnya berlevel agak di atas soal UN. Nggak kayak soal UN aja pokoknya. Akibatnya, abis ujian Fisika langsung nangis massal di koridor. :'(
Bahasa Inggris. Pelajaran yang satu ini cukup buat menjadi sarana move on dari Fisika, meskipun sebenarnya otak udah berkukus gara-gara berhadapan lebih dulu dengan pelajaran sejuta rumus itu.
Hari 3
Matematika. Naaah, kalo yang ini prospeknya udah agak cerah, nih. Soalnya malah kebanting banget sama yang Fisika. Lebih mudah dari UN sebelumnya malah, meskipun dua soal terakhir itu benar-benar absurd pertanyaannya.
Hari 4
Dua pelajaran yang paling klop buat ngebikin pusing: Bio-Kimia. Tapi dua pelajaran ini dihadapi dengan penuh rasa pasrah. Yang penting yakin benar setengahnya, selesai, the end. Bebaaaaaas~!
Setelah beban terberat sudah pergi, akhirnya kami, satu angkatan, foto bareng di lapangan.
![]() |
Editannya Nara |
![]() |
Suasana makan bareng setelah hari terakhir ujian |
Alhamdulillah...
Berharap ada jalan keluar untuk memperbaiki kualitas pendidikan bangsa ini.
Makasih banyak buat Nara atas foto-fotonya~~
Detik-Detik Meninggalkan Bangku Sekolah
Reviewed by Audi
on
Juni 06, 2013
Rating:

sama-samaaa :) sbenernya beberapa aku ambil dari sasa & fara .
BalasHapus