Senin,
27 Mei 2013, detik-detik yang menegangkan untuk para peserta SNMPTN. Setelah
nunggu beberapa minggu, akhirnya hari itu hasil dari SNMPTN akan diumumkan.
Dengan diumumkannya hasil SNMPTN, maka kursi masuk universitas otomatis sudah terisi
60%. Buat sebagian besar dari kami pasti mengharapkan kelulusan ini. Soalnya,
kalau nggak lulus yaaa harus berjuang lagi di SBMPTN buat ngedapatin 30% kursi
serta bersaing sama kakak kelas yang lulus tahun kemaren dan kemarennya.
Deg-degan
aku nungguin hasil. Beberapa kali aku masuk ke situs SNMPTN sampai akhirnya di
layar HP sudah ada perintah untuk memasukkan nomor pendaftaran dan tanggal
lahir. Aku masukkan sesuai data yang aku miliki. Dengan mengucapkan
“Bismillahirrahmanirrahim” aku tekan tombol “Lihat hasil”
Dalam
hati, aku sudah ngebayangin tulisan “Selamat, Anda dinyatakan lulus SNMPTN di
jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada” seperti impianku selama ini.
Dan
ternyata, hasilnya tak seindah impian.
Di sana sudah tertera kotak berwarna merah bertulisan “Maaf, Anda dinyatakan belum lulus SNMPTN”
Speechless. Agak down gimana gitu. Orang tuaku agak kecewa. Dengan ini, aku juga dinyatakan masih harus nganggur lagi. Saat itulah orang tuaku langsung melakukan investasi. “Mending kamu balik ke Bandung aja. Les lagi. Daripada di sini nggak ada kerjaan.”
Aku langsung setuju dan nyaranin buat balik ke Bandung hari Kamis. Karena
belinya dekat-dekat tanggal berangkat, maka harga tiketnya sudah sampai
900ribuan. Untuk les selama 2 minggu, bayarnya 800ribuan. Sedangkan uang saku
selama di Bandung… aih, pokoknya ngeluarin banyak duit aja. Tapi apa daya, untuk mencapai sesuatu emang harus ada yang dikorbankan.
Tibalah
pada hari Kamis, hari keberangkatan. Pagi-pagi buta, aku sudah diantar dari
Kandangan ke bandara oleh si Abah. Sepanjang perjalanan, Abah nggak
capek-capeknya ngasih nasehat soal masa depan. Terutama soal pekerjaan,
bahwasanya sarjana di Indonesia itu sebagian besar nggak bekerja sesuai bidang
yang dia geluti selama kuliah. Kehidupan kuliah dan seterusnya bakalan lebih
keras dan aku harus siap menghadapinya. Begitulah intinya.
Dengan
ditemani lagu Maher Zein, aku pun sampai di bandara. Ini adalah pertama kalinya
aku ngambil penerbangan Banjarmasin-Bandung. Biasanya ke Jakarta dulu.
Sendirian lagi. Maka dari itu Abah agak khawatir. Pokoknya aku dinasehatin
harus gini-gitu kalau sudah sampai di Bandung.
Inilah
awal perjuanganku buat SBMPTN. Sebagai pembukaannya, aku nangis di ruang tunggu
bandara. Ini adalah perasaan yang sama dengan hari pertama aku masuk ponpes,
kelas 1 SMP. Mungkin merasa kehilangan, merasa sendiri, merasa ngerepotin, dan
campur aduk lah pokoknya! Tapi nangisnya nggak berlarut-larut kok, soalnya
nggak enak diliatin sama calon penumpang lainnya, hehehe.
Akhirnya diriku dibawa terbang ke Bandung oleh Pak Pilot barengan sama penumpang lainnya. Dadah
kampung halaman~ Aku jadi musafir lagi~
***
Tekad
aku udah terlalu kuat. Pokoknya harus masuk les, kalo bisa sekalian tambahan.
Trus karena aku ngambil yang Soshum dan nggak biasa sama pelajaran IPS,
akhirnya aku pinjam kira-kita 13 buku perpustakaan materi Sosiologi, Ekonomi,
Sejarah, dan Geografi SMA. Aku membaca buku-buku itu sambil jungkir balik di
atas kasur. Kadang-kadang di waktu santai yang biasanya aku pakai buat dengerin
lagu juga aku pake buat baca, sambil dengar lagu juga tentunya. Bahkan aku juga
sering bangun pagi sekitar pukul 01.30—buat nonton bola sih—sambil tak lupa
baca buku walau hanya sekilas.
Sedangkan
waktu les benar-benar aku manfaatkan. Terhitung cuman 1,5 hari aku nggak
masuk les. Selebihnya aku selalu paksakan buat masuk. Banyak
pelajaran berharga yang aku dapat selama mengikuti les. Selain buat materi
pelajaran SBMPTN, aku juga dapat banyak nasehat. Seperti saat istirahat sholat
Zuhur pada suatu hari. Pokoknya aku ikutan nimbrung obrolan Kak Ummi, Kak Debi,
dan Bu Riani. Kak Debi waktu itu lagi menyampaikan kultum, intinya soal
berpikir positif.
“Sebenarnya,
masa depan kita itu sudah ada dalam diri kita sendiri. Tergantung bagaimana
kita membayangkannya. Apabila kita sudah
punya sugesti positif, maka apa yang akan terjadi bakalan berdasarkan apa yang
kita bayangkan. Misalnya, nih, Mi, (bicara sama Kak Ummi) kamu mau masuk UI. Kamu
bayangin gimana senangnya kamu pas lulus ke UI, trus kamu bayangin pake jaket
kuning, bayangin kehidupan kamu ntar selama jadi mahasiswa UI gimana.”
Trus
aku nanya, “Tapi, kak, pas SNMPTN kemaren kan aku sudah sugesti biar lulus ke
UGM, tapi ternyata aku nggak lulus. Itu gimana, kak?”
“Nih.
Allah punya tiga jawaban atas doa kita: 1. Ya; 2. Ya, tapi nanti; 3. Tidak,
tapi dikasih yang lebih baik. Jadi, intinya tetap berpikir positif aja.”
Itu
dari Kak Debi. Trus pernah juga aku dapat teguran secara nggak sengaja dari Pak
Edy. Pas pelajaran Bahasa Inggris, bapak itu biasanya suka ngomong ke
mana-mana. Trus, bapak itu cerita soal keinginannya untuk mempelajari banyak ilmu
serta mengajarkannya pada orang lain. Kata beliau, “Cintai ilmu, maka ilmu itu
akan bermanfaat. Apabila mencari ilmu hanya untuk materi, jangan harap dapat
berkahnya!”
Kenapa
aku tersindir? Soalnya nggak lama sebelum itu, aku agak mencak-mencak liat nilai
UN-ku. Aku nyalahin Fisika dan Biologi karena nilai mereka di ijazahku cuman
segitu dan mempengaruhi nilai rata-rataku. Sebenarnya apa sih salah mereka
gituloh? Memang akunya yang kurang belajar, kurang ikhlas belajar, dan mungkin
emang kemampuanku cuman segitu. Jadi, cerita beliau yang sebenarnya panjang,
sepanjang tol Cipularang, cukup bisa bikin aku sadar soal esensi ilmu.
Akhirnya, pelajaran yang aku pelajari selama les aku niatkan bukan cuman buat
SBMPTN, tapi juga buat nanti. Nanti, kapan-kapan.
***
Sip.
Aku sudah selesai ngedaftar online SBMPTN. Kartu pendaftaran sudah aku download
dan tersimpan rapi dalam file berformat .jpg. Di sana ada nomor pendaftaran,
foto, data diri, pilihan universitas, serta lokasi tes. Ketika aku baca lokasi
tesku di mana, dahiku berkerut.
SMP
13 Bandung
Aku
langsung ngambil inisiatif dengan buka Google Map. Aku ketik lokasi asrama yang
aku tempati serta lokasi tempat tes. Ternyata… gila, jauh amat! Dari Cikutra ke
Buah Batu, cuy! Kalau dari Kalsel seperti Kandangan ke Rantau. Kalau nanti aku
naik angkot dari asrama, pasti harus nyubuh dan muter-muter. Belum lagi
macetnya. Maka dari itu, dalam pikiranku sudah ada beberapa cara:
1. Mesan taksi
2. Mesan ojek
3. Nginap di rumah siapa kek, minimal bisa
meminimalisasi jarak aja
Tapi,
pada akhirnya aku memutuskan buat mesan taksi aja. Untuk transportasi selama
dua hari, aku pun sudah nyisain uang.
Pas
tau lokasi tes yang lain, aku ngerasa jadi orang paling nggak beruntung di
antara teman-temanku. Si Ninda dapat di Taruna Bakti, si Zeini dapat di SMP
Yahya, si Nabila dapat di SMA 5, si Meilin aku lupa sih dapat di mana pokoknya
cuman tinggal naik angkot Caheum aja. Aih, mereka mah dapatnya di tempat yang
aku tahu bener lokasinya di mana dan naik angkot apa. Sedangkan aku benar-benar
buram ini. Cuman bisa ngandalin kecepatan mang taksi aja.
Pada
suatu pagi, aku lagi masak ramen buat sarapan. Tiba-tiba si Nadia, ade kelas
partner makan sushi, datang nyamperin. Dia saat itu lagi main-main ke asrama UN
buat ngejemput Rofi, kalo nggak salah saat itu mereka pengen pergi ke J-Fest.
Okedeh, ngobrol nih kami. Nah, saat itu pula aku ingat kalo Nadia punya
keluarga yang bertempat tinggal di Buah Batu.
Audi:
Keluarga kamu ada yang di Buah Batu bukan, sih?
Nadia:
Iya, kak.
Audi:
Dekat sama SMP 13, nggak?
Nadia:
Deket banget, kak! Satu gang, jadi tinggal jalan kaki. Udah. Nyampe.
Audi:
*terpaku sebentar, nggak percaya* Eh, seriusan, Nad? Aku tes SBMPTN di sana loh
Nadia:
Serius, kak! Deket banget!
Dikarenakan
bantuan yang datang secara tidak terduga tersebut, akhirnya aku memutuskan
untuk nginap di rumah keluarganya Nadia.
Cerita saat SBMPTN bakalan berlanjut di part selanjutnya.
Road to SBMPTN
Reviewed by Audi
on
Agustus 05, 2013
Rating:
Tidak ada komentar:
Thanks for coming! ^^
Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu untuk menghindari komentar spam.