Menguasai bahasa Inggris zaman sekarang ini udah kudu
banget. Apalagi dunia manusia sudah banyak yang beralih ke dunia maya. Kalau
tidak bisa berbahasa Inggris, kamu bakalan nggak update. Bukan bermaksud buat
mendewakan bahasa Inggris, ya. Tapi memang begitulah yang terjadi. Bayangin
aja, seandainya kamu nggak bisa bahasa Inggris, gimana bisa kamu ngakak kalau
nonton Running Man yang subtitle-nya bahasa Inggris? Atau gimana bisa kamu
menghayati ocehannya komentator EPL yang ngomongnya British banget? Apapun
kepentingannya, pokoknya zaman sekarang kita memang dituntut untuk bisa bahasa
Inggris.
Atas
dasar inilah aku mengikuti English Conversation Club yang diadakan di American
Corner Perpustakaan Kampus B Unair pada hari Jumat, 17 Januari 2014. Aku sadar
kalau kemampuan bahasa Inggris aku menurun banget sejak setelah UN. Bahkan,
menurutku kemampuan bahasa Inggrisku yang sekarang lebih jelek daripada waktu
aku mengikuti Summer School pas kelas 10 atau pas lagi zaman-zaman ikut Story
Telling. Selain karena alasan itu, aku mengikuti kegiatan ini karena gratis dan
menyediakan snack (anak kos banget). Lagian waktu itu aku lagi senggang banget.
Aku juga pengen ngebuang kesal gara-gara ada UAS yang ditunda. Jadi,
terpilihlah kegiatan ini untuk dihadiri.
Kegiatan
ini cukup sederhana. Para peserta disuruh duduk melingkar dengan dua orang native di tengah. Mereka adalah Mr.
Jeremy Bill dan Ms. Jennifer Kim. Selama melakukan conversation, kami diperbolehkan untuk menanyakan apa aja. Apa aja!
Yang penting kami bicara. Namaya aja Conversation
Club~
Ada
beberapa pertanyaan yang berkonten serius. Misalnya mengenai perbedaan
pendidikan yang ada di Indonesia dengan Amerika. Ms. Jennifer berkomentar bahwa
pelajaran di Indonesia terlalu banyak. Dia bahkan mengaku cukup kaget waktu
melihat subjek serta jam belajar anak Indonesia yang cukup padat.
Ada
pula yang menanyakan soal pelajaran agama. Kalau di tempat kita, kan, agama itu
spesifik. Yang beragama Islam belajar agama Islam, yang beragama Kristen
belajar agama Kristen, dan seterusnya. Namun, di US, kata Mr. Jeremy, agama itu
dipelajari secara keseluruhan. Jadi, kamu bisa tahu hal-hal mengenai agama
lain. Nah, kalau penafsiran aku, ya, mungkin pelajaran agama di sini hanya
sekadar pengetahuan umum, bukan ajarannya. Gerry juga pernah cerita begitu.
Kemudian,
Ms. Jennifer menambahkan kalau dia kagum dengan kehidupan beragama orang
Indonesia. Kebiasaan kita yang biasa memulai dan mengakhiri sesuatu dengan
berdoa ternyata sangat menarik baginya. Begitupula dengan umat beragama yang
bisa saling hidup berdampingan di negara ini. “Indonesia is so plural!”
tegasnya.
Mereka
berdua juga ditanya mengenai alasan ke Indonesia. Intinya, mereka ingin
menjelajahi belahan dunia lain. Terlepas dari isu terorisme, mereka tidak ingin
hanya menelan isu. Mereka ingin merasakan langsung bagaimana hidup di
Indonesia.
“And
finally I’m so happy to be here.” kata Mr. Jeremy.
Ada
pula sebuah pertanyaan menarik dari seorang cewek, “Before coming to Indonesia,
did you already know what Indonesia is? Because most of US people only know
Bali without knowing Indonesia and they also think that Bali is a country…”
Secara
refleks, Mr. Jeremy dan Ms. Jennifer langsung menunjuk-nunjuk cewek itu sambil
bilang, “Yes, yes, yes, that’s absolutely right!”
Cewek
itu juga agak nyindir soal rendahnya pengetahuan geografi orang Amerika sampai
nggak tahu Indonesia. Mendengar pernyataan itu, Mr. Jeremy senyum-senyum dan
bilang, “I don’t know… but, maybe… you’re right. When I studied geography, the
teacher mostly introduce us the countries in America, South America, and also
Europe. If Asian country, most of us know China, Japan, Korea, and India.”
Lalu,
Eva, penanya paling aktif di klub ini, nanya ke Ms. Jennifer, “Miss, do you
have Chinese or Korean blood?”
Wajar
dia nanya gitu, soalnya Ms. Jennifer wajahnya oriental banget. Ms. Jennifer pun
menjawab kalau dia memiliki keturunan Korea. Dia hanya menikmati Korea sebentar
saja pada masa kecilnya, kemudian dia pindah ke Amerika dan jadi warga negara
Amerika. Si Eva pun nanya lagi, “How is Kpop there? Is it famous like in
Indonesia?” (Kpopers detected!)
Ms.
Jennifer menjawab kalau di Amerika ternyata Kpop nggak begitu dikenal. Kenalnya
waktu pas booming Gangnam Style doang. Trus Mr. Jeremy menambahkan kalau
terkenal tidaknya Kpop itu tergantung di mana kamu berada. Kalau kamu berada di
tempat dengan ras yang beragam atau didominasi oleh kulit kuning, mungkin kamu
bakal banyak ketemu teman sesama penyuka Kpop.
Pada
akhirnya, Ms. Jennifer menunjuk seorang peserta. Mas Rian namanya. Jadi,
ceritanya Mas Rian ini minta tanda tangan Ms. Jennifer di English Conversation
Club sebelumnya. Katanya, tanda tangan tersebut dipakai buat dianalisis. “So, I
want to know what you have got from my signature.” kata Ms. Jennifer.
Akhirnya,
dengan kalem, mas ini bilang, “You are blablabla because your signature is
blablabla. You’re also blablabla because your signature is blablabla.” pokoknya
ngejelasinnya lancar banget sampai si Mr. Jeremy ikut-ikutan pengen minta
dianalisis.
Cerita Lainnya
Karena
kemampuan analisis Mas Rian yang memukau tadi, akhirnya mas ini kebanjiran job
buat analisis tanda tangan. Mumpung analisis tanda tangan ini gratis, aku juga
ikut-ikutan pengen dianalisis. Tapi dapatnya yang terakhir-terakhir, sih,
soalnya antriannya cukup panjang.
![]() |
Tanda tanganku kurang lebih seperti ini |
Sambil
mengunyah roti dengan santainya, tanda tangan yang sudah aku pakai sejak SMP ini
pun diperhatikan dulu. Kemudian dia
nanya, “Ini tanda tangannya ditarik ke belakang, ya?”
Aku
mengiyakan.
“Hmm…
kamu susah move on…”
JENG
JENG JENG JENG JENG! Apa yang diucapkan oleh Mas Rian memang ada benarnya. Ada.
FYI, salah satunya saat Van Persie pindah ke MU. Sampai sekarang masih nggak
terima.
“Hmm…”
masnya ngunyah roti dulu. “Trus ini tanda tangannya cukup gede. Turun naiknya
sangat drastis. Ini biasanya menggambarkan suasana hati. Berarti, suasana hati
kamu sering turun naik. Moody…”
JENG
JENG JENG JENG JENG! Bener lagi!
“Trus
ini juga banyak sudut yang dibentuk di tanda tangan kamu. Tuh, satu, dua, tiga,
empat… semakin banyak sudut, semakin banyak pikiran…”
Lalu, Mas
Rian langsung liat aku dan senyum serta mengucapkan kalimat bernada komersial
banget, “Santai aja, lah~”
Aku
ketawa, tapi ketawa agak ditahan gara-gara tebakannya yang cukup mengiris ulu
hati. Udah, itu mah 98% persen bener. Kayaknya aku harus ganti tanda tangan,
deh, biar lebih mudah move on, nggak terlalu moody, dan nggak banyak pikiran.
Yeah!
O, ya,
sekilas soal Mas Rian ini, dia udah semester 6 di jurusan Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi Unair. Setelah lulus dari Biologi, dia ingin merambah dunia
kepolisian dan forensik dengan minatnya yang cukup besar terhadap dunia
analisis.
Lalu,
kenapa nggak masuk Kriminologi aja?
“Soalnya…
ntar gelar sarjananya S.Krim, hehehe.”
Yap,
kesimpulannya, English Conversation Club memberi wawasan baru, baik mengenai US
dan isinya serta ilmu analisis tanda tangan. Sampai jumpa di post berikutnya~
![]() |
Suasana English Conversation Club (@dekyuuL) |
What I’ve Got from English Conversation Club
Reviewed by Audi
on
Maret 09, 2014
Rating:
Tidak ada komentar:
Thanks for coming! ^^
Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu untuk menghindari komentar spam.