A Reason to Live


Masih ada sisa rasa sedih setelah kepergian Jonghyun Shinee. Masih bisa ngerasain gimana relate-nya aku sama rasa frustrasi yang mungkin sudah lama dia pendam sehingga dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Lalu masih ada rasa kzl juga sama orang-orang yang asal judge orang yang bunuh diri. Kzl-nya lagi pendapat gitu justru diungkapkan oleh orang-orang sekitarku. Gimana bodohnya dia, nggak bersyukurnya dia, lemahnya dia. 

Aku nanya ke temanku, "Emang kamu nggak ngerasa kasihan gitu sama dia?"
Jawabnya, "Kasihan, sih. Cuman ya nggak gitu juga...." 

Aku akui ketika ada teman yang nggak tau apa-apa trus ngebahas Jonghyun dan langsung ngejudge, aku agak offended. Trus mereka pasti langsung menilai kalo aku kpopers fanatik garis keras yang nggak mau oppa-nya dihina. Padahal aku relate. Seandainya yang bunuh diri orang lain trus yang lain berkomentar seperti itu, aku juga bakalan offended.

Karena judge dari mereka, aku jadi balas ngejudge bahwa mereka masih kurang piknik. Ini udah tahun 2017 mau ke 2018 tapi masih ada yang belum aware sama mental health. Padahal aku tau mereka semua punya gadget dan bisa googling. Kalo nggak bisa nunjukin empati, at least bersimpati aja deh. Atau diem aja sekalian.

Dari kemaren aku cursing soal ini. Untung ketemu videonya Kak Gita dan diademin :') 



Suka banget sama quote Kak Gita di video ini: 
"Jangan lelah nyari satu alasan untuk hidup." 
Aku sendiri sering banget mikir, sebenarnya alasanku untuk hidup itu apa, ya? Menjadi khalifah di bumi Allah, oke. Tapi yang spesifik apa? Aku sering banget membanding-bandingkan diriku sama orang lain and I don't really find anything special on me. Aku hidupnya biasa aja. Aku nggak pinter. Aku nggak pernah mengharumkan nama kampus. Kadang aku ngerasa kehadiranku invisible saking nggak stand out-nya. Kayaknya kalo Audi hilang juga nggak bakalan ada yang nyari gitu. Pikiran-pikiran kayak gini yang sering banget muncul. 

Sumpah, tiap kali aku ngelihat orang berkepribadian sanguin dan ekstrovert, aku ngiri banget. Mereka sering jadi center of attention dan kehadirannya terasa banget. Sedangkan aku, meski dalam hati aku pengen jadi center, aku sebenarnya orang yang pemalu. Aku pernah pengen mengubah sifatku yang pendiam ini. Tapi ternyata susah, ya, karena udah melekat.

Kemudian ada kabar dari temanku yang bikin melting.

Ceritanya dia itu ada nyaranin adek tingkat buat baca-baca blogku sebagai referensi tulisan santai. (((referensi))). Lalu ada salah satu yang nge-pm temanku itu. Pertama dia mau mastiin dulu apakah blog yang dia temukan itu beneran blognya Kak Audi. Temanku mengiyakan. Lalu si adek itu bilang kurang lebih seperti ini:
"Dulu saya bingung mau masuk PTN atau PTK. Tapi setelah nyari info, salah satunya dari blog itu, saya mantap memilih PTK."
Kemudian Audi meleleh.

Screenshot chat-nya dikirim ke aku dan bikin aku nggak tidur semaleman saking senangnya.

Nggak nyangka aja. Ternyata ada bagian kecil dari blogku ini yang bisa mengantarkan seseorang dalam mengambil keputusan. Padahal sebagian besar isi blog ini adalah tumpahan uneg-uneg yang nggak bisa aku ketik di Twitter karena uneg-unegnya panjang.

Setelah kejadian tadi, aku langsung ngeflashback komentar yang ada di blog ini dan e-mail dari beberapa pembaca blog. Ucapan seperti "terima kasih atas infonya" aja ternyata bisa bikin adem. Apalagi kalo ada yang niat banget ngasih komentarnya, terbantu karena tips yang aku kasih, bahkan ada yang terinspirasi dengan hobiku. Ada pula yang kemudian kirim e-mail dan curhat mengenai beberapa hal.

Itu baru yang ngomong langsung. Dan aku nggak expect ternyata ada silent reader yang mendapat dampak dari tulisan blogku.

Dear Kak Gita, aku udah dapat satu alasan buat hidup: menulis blog.

Karena aku terlalu malu buat show off dan jadi center of attention, aku memutuskan buat menulis. Aku pun sadar kalo sebenarnya aku nggak pengen banyak orang yang kenal aku. Tapi aku pengen tulisan-tulisanku bisa memberi dampak positif buat orang lain. Nggak ingat sama Audi nggak apa-apa. Asal ingat ayamsausmelon-nya aja. :)

That's why, I love anyone who loves reading my blog! 

Benar kata Kak Gita. Don't lose hope. Karena kita dilahirkan pasti ada alasannya.

Terakhir, aku berharap semoga orang-orang lebih aware terhadap mental illness. Disadarkan bahwa depresi itu nggak main-main sehingga rasa simpatinya juga akan muncul. Aamiin.


A Reason to Live A Reason to Live Reviewed by Audi on Desember 23, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Thanks for coming! ^^
Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu untuk menghindari komentar spam.

Diberdayakan oleh Blogger.