I confessed to the afternoon, that I love it when it's bright.
Minggu lalu, aku pergi ke klinik karena nggak enak badan. Dokter kemudian menyarankanku untuk istirahat. Karena itulah akhirnya aku dibikinin surat sakit untuk keperluan izin nggak masuk kelas. Dalam surat sakit tersebut tertera nama dan umurku.
Umurku 23 tahun.
23.
DUA PULUH TIGA.
Hampir seperempat abad.
Aku terpaku sesaat melihat angka yang membentuk umurku. I got another existential crisis moment. Selama ini aku hanya membiarkan diriku menua begitu saja dengan mengabaikan bertambahnya tanggungjawabku sebagai anak, warga negara, mahasiswa, manusia, atau apalah peran yang aku pegang. Ketika orang lain sudah tau umurku, maka aku sudah dianggap sebagai orang dewasa. Tetapi, apakah aku sudah dewasa seperti ekspektasi orang-orang?
I feel nothing.
I feel nothing.
Namun, yang aku rasakan, semakin umurku bertambah, aku semakin tau hal-hal yang aku suka dan yang tidak aku suka. Seperti saat aku bilang kalau aku menyukai sore hari yang cerah di awal tulisan ini. Atau saat aku tau momen atau perbuatan apa yang harus aku hindari agar suasana hatiku tetap nyaman. Berbeda saat aku masih kecil dulu, ketika aku mengira kalau aku menyukai sesuatu tapi ternyata itu malah bikin aku tidak nyaman.
Pertambahan umur menuju seperempat abad ini bikin aku semakin relate sama lirik dari lagu IU - Palette, seperti yang ditampilkan di bawah ini (aktifkan subtitle-nya, yak!).
Pertambahan umur menuju seperempat abad ini bikin aku semakin relate sama lirik dari lagu IU - Palette, seperti yang ditampilkan di bawah ini (aktifkan subtitle-nya, yak!).
Lagunya terdengar mellow, MV-nya minimalis tapi colorful, serta secara eksplisit menggambarkan lirik yang dibawakan. Saat lagu ini rilis, umur penyanyinya 25 tahun. Di sini, IU merasa kalo dia semakin mengenali dirinya sendiri pada usia ini. Usia ini juga digambarkan sebagai usia awal dari kehidupan yang sebenarnya. Masih banyak yang harus dipelajari.
So, what is the meaning of life? #INFJmodeturnon
Semakin aku memutar ulang kehidupanku yang dulu, aku semakin disadarkan bahwa hidupku selama ini dihabiskan untuk mencari jati diri. Selama 23 tahun hidup, aku sudah menyukai ataupun membenci berbagai hal, menemui banyak orang, melewati beberapa tren pada satu masa, bereaksi terhadap berbagai peristiwa, membaca berbagai genre buku, dan banyak lagi. Hal-hal tersebut secara langsung ataupun tidak langsung telah membentuk diriku saat ini.
Izinkan aku untuk membawa kalian melihat Audi di masa lalu.
Audi, 13 tahun.
Seorang santriwati sebuah pondok pesantren yang terisolasi dari dunia luar. Udah kelihatan introvert tapi aku nggak tau kalo dulu itu namanya introvert. Matematika dan Bahasa Inggris adalah pelajaran favorit. Ambisi terbesar adalah dapat nilai 10,0 pas UN Matematika (sayangnya tidak terwujud). Paling senang kalo ujian vocabulary. Suka nulis cerpen gaje di buku tulis. Suka nyimpan foto-foto pemain bola yang kemudian nantinya akan disobekin pas razia (di ponpes nggak boleh nyimpan foto cowok soalnya wkwk). Tempat belajar favorit adalah di samping mesjid.
Audi, 16 tahun.
Seorang siswi SMA swasta di Bandung. Mulai pakai behel karena teman-teman pada pakai behel. Nyobain jadi anak olim Kimia but end up being stressed. Sudah mulai suka oppa-oppa. Tergila-gila sama L Infinite. Masih suka Arsenal. Robin van Persie adalah abang favorit and everybody knew it. Senangnya nongkrong di Togamas, Kedai Selasih, Gramedia seberangnya BIP, ataupun di Jalan Braga. Sangat-sangat-sangat akrab dengan dunia perangkotan di Bandung. Ngajakin orang lain tekor gara-gara suka pesan fastfood. Nggak suka IPA tapi di sekolah adanya cuman jurusan IPA. Karena bosen belajar IPA, akhirnya belajar bahasa-bahasa lain secara autodidak seperti Spanyol, Belanda, Korea, dan Mandarin (tapi nggak ada yang nempel wkwk). Pengennya kuliah di UGM jurusan Ilmu Komunikasi. Cita-cita jadi jurnalis olahraga biar bisa deketin Robin van Persie.
Seorang siswi SMA swasta di Bandung. Mulai pakai behel karena teman-teman pada pakai behel. Nyobain jadi anak olim Kimia but end up being stressed. Sudah mulai suka oppa-oppa. Tergila-gila sama L Infinite. Masih suka Arsenal. Robin van Persie adalah abang favorit and everybody knew it. Senangnya nongkrong di Togamas, Kedai Selasih, Gramedia seberangnya BIP, ataupun di Jalan Braga. Sangat-sangat-sangat akrab dengan dunia perangkotan di Bandung. Ngajakin orang lain tekor gara-gara suka pesan fastfood. Nggak suka IPA tapi di sekolah adanya cuman jurusan IPA. Karena bosen belajar IPA, akhirnya belajar bahasa-bahasa lain secara autodidak seperti Spanyol, Belanda, Korea, dan Mandarin (tapi nggak ada yang nempel wkwk). Pengennya kuliah di UGM jurusan Ilmu Komunikasi. Cita-cita jadi jurnalis olahraga biar bisa deketin Robin van Persie.
Audi, 18 tahun.
Mahasiswi Ilmu Komunikasi, tapi di Unair. Masih pake behel. Cita-cita masih tetap jadi jurnalis olahraga, cadangannya jadi editor atau copywriter. Sudah mikirin judul skripsi dari semester 1. Hobi nongkrong di American Corner Perpustakaan Kampus B Unair karena tempatnya enak banget buat ndusel-ndusel, bahkan pas weekend. Sering bolos kuliah gara-gara alergi kambuh akibat doyan makan tahu tek tek. Semakin cinta Arsenal, apalagi waktu ditinggal Robin van Persie. Masih suka oppa-oppa, bahkan sukses bikin teman jadi penggemar EXO.
Di sini aku mulai galau apakah aku harus memperjuangkan cita-citaku atau mencari comfort zone.
Akhirnya, aku memilih comfort zone.
Audi, sekarang.
Seperti yang kalian saksikan saat ini. Masih sempat-sempatnya nulis blog ketika teman-teman sibuk bimbingan.
Aku semakin disadarkan bahwa aku yang sekarang ini merupakan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang aku ambil di masa lalu. Terutama di saat aku diharuskan memilih antara cita-cita dan comfort zone. Ketika aku merenungi lagi masa-masa ini, aku kira aku pindah karena tidak nyaman. Ternyata, aku hanya ingin lebih banyak menjelajah. Aku mengikuti egoku untuk mempelajari hal yang orang lain tidak banyak tau. Di saat aku merasa bahwa waktuku terbuang sia-sia, aku kembali mengingat hal-hal baik yang aku dapatkan setelah mengikuti pilihanku.
Bertemu teman-teman yang baik, memperbaiki mood swing, membaca lebih banyak buku, mendapat akses lebih dekat untuk bertemu oppa-oppaku kalo lagi konser di Jakarta, dan mengetahui apa yang sebenarnya aku inginkan.
I want to be a student. Forever.
Aku curhat ke temanku tentang kesedihanku menjadi taruna tingkat akhir. Kenapa? Karena sebentar lagi aku akan lulus kuliah. Dan sebentar lagi aku akan meninggalkan masa-masa di mana aku bisa belajar dengan teratur. Hal inilah kadang yang membuatku bersyukur pernah mengenyam bangku kuliah di PTN, karena itu bikin masa belajarku jadi ter-extend setahun, hehe. Terkadang tugas memang bikin stress, tapi aku berhasil memaksa diriku untuk bertahan. Berkat bantuan teman-temanku juga. Tugas kuliah inilah yang mungkin suatu saat aku rindukan.
Akhirnya, hari ini, aku memanjakan diriku dengan menikmati masa-masa terakhirku menjadi taruna. Tak terkecuali mencari judul skripsi.
Amor fati :)
Di sini aku mulai galau apakah aku harus memperjuangkan cita-citaku atau mencari comfort zone.
Akhirnya, aku memilih comfort zone.
Audi, sekarang.
Seperti yang kalian saksikan saat ini. Masih sempat-sempatnya nulis blog ketika teman-teman sibuk bimbingan.
Aku semakin disadarkan bahwa aku yang sekarang ini merupakan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang aku ambil di masa lalu. Terutama di saat aku diharuskan memilih antara cita-cita dan comfort zone. Ketika aku merenungi lagi masa-masa ini, aku kira aku pindah karena tidak nyaman. Ternyata, aku hanya ingin lebih banyak menjelajah. Aku mengikuti egoku untuk mempelajari hal yang orang lain tidak banyak tau. Di saat aku merasa bahwa waktuku terbuang sia-sia, aku kembali mengingat hal-hal baik yang aku dapatkan setelah mengikuti pilihanku.
Bertemu teman-teman yang baik, memperbaiki mood swing, membaca lebih banyak buku, mendapat akses lebih dekat untuk bertemu oppa-oppaku kalo lagi konser di Jakarta, dan mengetahui apa yang sebenarnya aku inginkan.
I want to be a student. Forever.
Aku curhat ke temanku tentang kesedihanku menjadi taruna tingkat akhir. Kenapa? Karena sebentar lagi aku akan lulus kuliah. Dan sebentar lagi aku akan meninggalkan masa-masa di mana aku bisa belajar dengan teratur. Hal inilah kadang yang membuatku bersyukur pernah mengenyam bangku kuliah di PTN, karena itu bikin masa belajarku jadi ter-extend setahun, hehe. Terkadang tugas memang bikin stress, tapi aku berhasil memaksa diriku untuk bertahan. Berkat bantuan teman-temanku juga. Tugas kuliah inilah yang mungkin suatu saat aku rindukan.
Akhirnya, hari ini, aku memanjakan diriku dengan menikmati masa-masa terakhirku menjadi taruna. Tak terkecuali mencari judul skripsi.
Amor fati :)
Mikirin Judul Skripsi Sambil Menatap Sore Hari yang Cerah
Reviewed by Audi
on
April 18, 2019
Rating:

Tidak ada komentar:
Thanks for coming! ^^
Komentar yang masuk akan dimoderasi terlebih dahulu untuk menghindari komentar spam.